HSR : #1 hakikat seorang suami dan istri (1)

Kamis, 22 Februari 2018



Assalamualaikum.. 

Alhamdulillah, dikasih kesempatan buat belajar banyak nih ibu. Betapa internet itu sangat memudahkan bagi kita yang pengen tau banyak hal.
Jadi ibu gabung di grup Homeschooling Rabbani yang digagas sama Teh Karin dan Kang Supri.

Karena investasi yang ga akan rugi itu ilmu. Dan ini ga berbayar. Cuman tinggal mau baca. Gratis.

Mangga ah.

 Nilai - nilai dalam HomeSchooling Rabbani
Dalam dunia HomeSchooling, ada begitu banyak perbedaan. Untuk itu, kami rasa penting untuk menyampaikan di awal, beberapa prinsip dasar dalam pelaksanaan program. 😊


1.Allah adalah Sumber
 segala ilmu dan ketetapanNya adalah yang terbaik. Sehingga harap maklum jika setiap kajian akan mendasarkan pada prinsip2 Islam.  😊

2. *There is no one best way of parenting style*. Dalam tataran teknis, kita moderat saja selama itu nggak dosa dan mudharat. Ada banyak pilihan teknis untuk berbagai urusan perkembangan anak, silahkan masing-masing keluarga memilih yang terbaik untuk anak-anaknya. 😊

3. HomeSchooling Rabbani menghargai fitrah unik anak.  Maknanya, kami meyakini *setiap anak terlahir untuk peran peradabannya* masing-masing sebagai *'Abid Allah* (QS. 51:56) dan *Khalifatullah* (QS. 2:30). Fokus kita di sini *bukan membanding-bandingkan capaian* anak kita dengan oranglain. Tugas utama para orangtua adalah untuk *mengenali dan membantu anak melejitkan* minat bakat yang sudah mereka miliki. 😊

4. HomeSchooling Rabbani yang dimaksud adalah homeschooling yang bukan "mengurung" anak dari pagi sampai sore di rumah, 
apalagi yang mengurangi sosialisasi anak dan menjadikannya eksklusif dari dunia nyata.. 😊
Di HomeSchooling Rabbani kita berharap para orangtua bisa membuka *kesempatan sosialisasi, belajar, dan berekspresi* senyata-nyatanya, seluas-luasnya, dalam koridor syar'i. 

5. HomeSchooling Rabbani hanya berperan sebagai *wadah fasilitator* untuk menambah ilmu. Kami tidak dapat menjamin bahwa peserta dapat mencapai standar tertentu, kita di sini sama2 belajar. 😊🙏Untuk itu mohon pemaklumannya untuk segala harapan yang barangkali belum bisabtertunaikan melalui program ini.

Masuk materi pertama yaa. Maapkeun panjang. Copy paste dari wag. 😄

📆 2 Feb 2018
🎙 Ust. Jalaludin Asy-Syatibi
🗒 Ditulis oleh Supri dan Karin

*Bismillāhirrahmānirrahīm*

Baik laki-laki maupun perempuan, baiknya mengetahui apa hakikat dirinya dalam pernikahan sesuai dengan Al-Quran. InsyaAllah akan ada 7 poin Hakikat dari Materi bersama Ust. Jalal. Dua poin disampaikan sekarnag, 5 poin lagi insyaAllah menyusul. Mohon untuk menyimak di waktu yang:
- Fokus
- Ibadah wajib telah tertunai
- Anak terkondisikan
- Tanggung Jawab utama dilaksanakan 🙏

*I. Hakikat Suami dan Istri yang Pertama*.

Secara hakikat, suami dan istri keduanya memiliki peran sebagai *pakaian* antara satu sama lain. Dari QS. Al Baqarah ayat 187, Allah menyebutkan yg artinya

_"...mereka (istri) adalah pakaian bagimu, dan kalian adalah pakaian bagi mereka.."_

Apa yang dimaksud Suami Istri sebagai pakaian?

Syaikh FahruRazi menjelaskan makna pakaian di dalam Al Quran menjadi setidaknya kepada 4 bagian.

1. Sebagai penutup aurat.
Dalam konteks suami istri,  *menutup aurat*, memiliki makna hakiki/zhahir dan juga makna ma'nawi.

a. Makna zhahir menutup aurat

-  Hendaknya suami dan istri menutup auratnya di hadapan yang bukan halalnya. Aurat suami adalah dari pusar hingga ke lutut. Aurat istri adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan tangan (baik depan maupun punggung tangan).

- Proses *'ibadah suami istri'* adalah aurat yang harus ditutupi.
Rasulullah SAW melarang kita menceritakan apa yang terjadi kepada pihak lain.

Dalam hal ini, Allah memberikan panduan agar suami dan istri menjaga *3 waktu yang berperan sebagai aurat*. Tiga waktu ini adalah (1) Sebelum subuh (2) setelah dzuhur ketika menanggalkan pakaian (3) setelah shalat Isya' (lihat QS. An-Nur:58)

Pada 3 waktu tersebut, Allah memerintahkan agar para anak yang belum baligh, untuk meminta izin sebelum memasuki kamar orangtuanya. Jika anak yang belum baligh (belum akil) saja harus meminta izin, apa lagi yang sudah baligh.

Lalu bagaimana dengan anak yang masih kecil dan belum mengerti adab mendatangi orangtuanya?
Maka hal ini adalah isyarah bahwa anak yang telah selesai masa ASI nya, hendaknya memiliki kamar yang terpisah.

Sebegitu pentingkah?

Ya.. Suami dan istri adalah pakaian yang saling menutupi bahkan di hadapan anak usia dini. Jangan sampai mereka merasakan, melihat, dan mendengar apa-apa yang belum layak mereka rasakan, bahkan hingga hal sekecil desahan sekalipun.

Batas usia ideal anak untuk tetap satu kamar adalah hingga usia sapih. Usia sapih yang dimaksud adalah *30 bulan* dikurangi *masa kehamilan*.
Jika hamilnya 6 bulan, maka ASI setelah lahir adalah 24 bulan.
Jika hamilnya 9 bulan, maka usia sapih adalah 21 bulan.
Menyusui melebihi waktu tersebut tidak haram, hanya saja berarti istri dan suami memberikan lebih dari yang patut disempurnakan.


*b. Makna Maknawi Menutup Aurat* adalah menutup segala keburukan dan kejelekan masing-masing pasangan. Sebelum menikah, setiap dari kita memiliki lebih dan kurang.

Salah satu fungsi dari memiliki suami/istri, adalah memiliki 'pakaian' yang akan menjaga berbagai rahasia diri, kekurangan, dan keburukan diri masing2.

Maka, *seharusnya*, setelah menikah seseorang akan lebih terjaga *kehormatannya*. Apa yang menjadi kekurangannya terjaga , terminimalisir, bahkan seiring dengan waktu harapannya *akan hilang*.

Adalah *bertentangan* dengan hakikat suami dan istri, jika setelah menikah, *aib istri justru tersebar melalui suaminya dan aib suami justru tersebar melalui istrinya.* Dalam situasi demikian, berarti peran pakaian dalam pernikahan secara maknawi, *tidak berfungsi*.

*II. Hakikat Ke-Dua suami dan Istri*

Jika dalam ayat sebelumnya suami dan istri memiliki peran sama yakni pakaian, di dalam QS. Al Baqarah ayat 223, Allah menjelaskan peebedaan hakikat antara suami dan istri. Istri diibaratkan sebagai ladang, dan suami diibaratkan sebagai yang menanam (petani).

Ayat ini memiliki dua tafsiran makna umum.

a. Dalam kaitannya dengan membuahkan keturunan yang baik.

Seorang petani yang ulung, maka ia akan memilih
-  lahan terbaik (wanita sebagai istrinya)
- mempersiapkan lahan dengan perawatan terbaik
- benih terbaik (dari dirinya)
- di saat terbaik (bukan waktu yg diharamkan, terjaga, dsb)
- dengan cara terbaik (silahkan pelajari adab2 ibadah khusus suami istri)

Setelah benih tertanam pun, maka petani ulung akan
- memberikannya perawatan terbaik
- lingkungan terbaik
- mempersiapkan panen dengan cara terbaik
dst.

Maka, seluruh proses sejak memilih pasangan hingga anak menjadi besar adalah *satu kesatuan utuh* dari harapan menuai keturunan yang shalih dan shalihah.

*b. Menanam dalam kaitannya membuahkan amal shalihah dari kalimah thayyibah.*

Makna kedua dari mananam di ladang adalah secara maknawi seorang suami akan menuai benih yang ia tanamkan agar menjadi pohon yang kuat, berbuah lebat, dapat dipetik sepanjang masa.

Di dalam Al Quran, *benih terbaik* yang dapat kita tanam adalah *kalimatan thayyibah*, perkataan2 yang baik (lihat QS. Ibrahim: 24).

Seorang suami bertanggung jawab merawat, membina, membimbing istrinya dalam hal kebaikan.

Seorang petani yang ulung, akan
- memilih lahan terbaik (wanita shalihah)
- mengenali jenis tanah yang akan ia tanam (proses saling mengenal sepanjang masa)
- Benih apa yang akan ia tanam (nasehat2 kebaikan)
- kapan masa terbaik untuk menanam (seni dalam menasehati)
-  bagaimana cara perawatan terbaik (pembinaan istri)
- kapan harus dituai dst.

Buah yang dapat dipetik sepanjang masa adalah buah yang dapat hidup dan merekah di berbagai musim, musim panas, dingin, semi, gugur, kering, hujan.

Apabila seorang suami mampu membina seorang wanita sebagai istrinya dengan pembinaan terbaik,
niscaya ia akan menuai buah keberkahan bertambah-tambah, dalam 'musim' apapun, keadaan sulit dan lapang, senang dan sedih, kaya dan cukup, dan seterusnya.

Pohon yang kuat adalah yang akarnya memancar ke bumi, dan cabangnya memancar ke langit. Maka istri yang dituju adalah istri yang kuat pegangannya kepada Allah SWT, yang keberkahannya meluas ke mana2, meneduhkan yang berteduh, memberi buah bagi yang membutuhkan.

Maka, hakikat seorang suami bukan hanya memberi nafkah lahir bathin, namun juga merawat ladang yang Allah titipkan padanya, agar tercapai kebahagiaan dunia akhirat atasnya.


*III. Hakikat Suami Istri bagian 3*

Laki-laki dan perempuan diciptakan berbeda secara *fungsi dan fitrah*.

"...dan laki-laki tidak sama dengan perempuan.." (QS. Maryam: 36)

Allah telah mempersiapkan perempuan secara fisik maupun psikis untuk (1) Hamil (2) Melahirkan (3) Menyusui.
Sesabar dan sekuat apapun seorang laki-laki, tidak akan ada yang mampu menggantikan ketiga peran wanita yang disebut di atas.

Sementara laki-laki Allah persiapkan fisik dan psikisnya untuk menjadi Qawwam (lihat QS.An-Nisa: 36). Seunggul apapun wanita, Qawwam adalah fitrah dan peran seorang laki-laki.

*Apa yang dimaksud dengan Qawwam?*

Setidaknya ada 6 hal yang perlu dipahami dari makna Qawwam. Ust Jalal mengatakan sebetulnya ada lebih banyak dari itu.

(1). Qawwam yang berasal dari kata Qāimun, yang berarti _yang mengurusi urusannya (wanita)_

(2) Muaddib, yakni Pendidik. Maka seorang suami bertanggung jawab mendidik istri dan keluarganya.

(3) Roin, yang memimpin agar yang dipimpinnya berada dalam kebaikan.

(4). Musallithun 'ala ta'dhibihim, berasal dari kata Sulthān, yang artinya adalah yang menguasai (arena) untuk mengurusi menyayomi. Contoh: menguasai ilmu dan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk mendidik.

(5) Mudābbir: Yang mengatur

(6) Mushlih: Yang memperbaiki, merevisi.

Dari 6 fungsi ini saja, makna *Qawwam* begitu dalam. Di dalam terjemah n seringkali ditulis dengan satu kata yakni Pelindung. Harapannya para pembaca dapat menghayati makna Qawwam sebagai pelindung yang perannya mencakup *keseluruhan 6 fungsi di atas*.


Bersambung...

Wassalamualaikum

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Theme by: Pish and Posh Designs